SUARAKRITIK.COM- P.BARU-Direktur Utama, Lembaga Pendidikan Wartawan, Pekanbaru Journalist Center (PJC), Drs. Wahyudi El Panggabean, M.H., MT.BNSP.,C.PCT, meminta segenap wartawan di tanah air untuk menghormati kemuliaan profesi jurnalis.
“Jangan menjadi wartawan pengeluh. Jangan jadi wartawan pengemis,” kata Wahyudi saat diminta memberi sambutan Acara Ultah ke-2 Aliansi Media Indonesia (AMI) sekaligus Buka Puasa Bersama di Hotel Resti Menara, Pekanbaru, Kamis (4/4).
Di kesempatan yang sama, Ketua Umum DPP-AMI, Ismail Sarlata sebelum pemotongan Tumpeng Ulang Tahun memberikan santunan kepada para anak yatim.
“Saya sangat mensyukuri organisasi pers ini di usianya yang kedua tahun, sudah ada di 5 provinsi di tanah air,” kata Ismail Sarlata di hadapan undangan: pejabat kepolisian, para pemimpin redaksi media, wartawan dan para Lawyer.
Wahyudi menyebut, Wartawan adalah satu-satunya profesi yang disebut dalam Al-Quran. An Naba (Berita) dalah satu nama Surat Al Quran yang bersentuhan dengan profesi wartawan.
“Kemuliaan itu jangan dinodai dengan keluhan dengan mengemis dan mengeluhkan situasi yang serba tak menentu, saat ini,” kata Wahyudi yang juga seorang Master Trainer itu.
Kewenangan Wartawan Indonesia_yang diamanahi UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers_merupakan kewajiban untuk memenuhi keingintahuan publik tentang informasi.
“Jadi, wartawan bertugas sebagai wujud tanggung jawab untuk kemerdekaan pers yang merupakan hak dan kedaulatan setiap warga negara di negeri ini,” tegasnya.
Untuk itu, kewenangan publik yang melekat di jiwa seorang jurnalis harus dijunjung tinggi dan diapresiasi secara terhormat.
Jika ada wartawan, lanjutnya yang medianya tidak diikutkan kerjasama oleh Pemda karena belum UKW atau medianya belum terverifikasi Dewan Pers, wartawan tidak perlu mencak-mencak dan mengeluh.
“Apalagi, mengemis-ngemis. Wah… itu bukan tipe jurnalis sejati,” kata Wahyudi seraya meminta si Wartawan tetap menjalankan fungsi kontrol-nya.
Bisa jadi, katanya program kerjasama itu tidak steril dari dugaan korupsi yang dikhawatirkan menyeret pemimpin media yang ikut kerjasama.
“Hati-hati dalam kerja sama dengan Pemda,” tegasnya.
Akhir-akhir ini, jelasnya ada institusi kepolisian di suatu daerah yang tidak mengikutsertakan semua wartawan dalam acara buka puasa Ramadhan bersama insan pers.
“Bagi wartawan yang tidak diikutkan yah…, tidak apa-apa. Itu kesempatan untuk wartawan untuk uji skill dan nyali. Untuk mengontrol kinerja APH di Jajaran Polda yang bersangkutan,” katanya.
Namun, menjalankan profesi jurnalis, kata Wahyudi–sesuai standar Kode Ethik–butuh kecerdasan, kesabaran & integritas serta profesionalisme.
“Makanya, seorang wartawan jangan berhenti belajar,” kata Wahyudi yang juga Anggota Dewan Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Pekanbaru itu.
Tanpa kecerdasan, seorang wartawan akan mengalami kesulitan dalam memahami Kode Etik Jurnalistik yang menjadi pedoman memerankan kinerja profesi ini.
Ketidakpahaman pada suatu masalah, misalnya, akan melahirkan tindakan Trial by the Press, mengeluh, memfitnah. “Ujung-ujungnya mengemis,” ungkap Wahyudi.(KMG)